Jumat, 02 Maret 2012

tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan hormon insulin secara absolut/ relatif. Diabetes Melitus (DM) apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan komplikasi penyakit serius lainnya, diantaranya stroke, jantung, disfungsi ereksi, GGK, dan kerusakan sistem syaraf (Syafei, 2006).

                        Menurut WHO, Diabetes Melitus atau kencing manis telah menjadi masalah ksehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri maju dan sedang berkembang termasuk Indonesia. Tahun 2009 terdapat sekitar 230 juta jiwa kasus diabetes di dunia dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun nya.
Indonesia menempati urutan ke-4 dunia. Jumlah penderita DM tipe II menurut data WHO tahun 2000 terdapat sekitar 8,4 juta jiwa penderita. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat pada tahun 2010, mencapai 21,3 juta jiwa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Faik dari 312 sampel penelitian 31% terpaksa di amputasi, di perkirakan penyebabnya karena ketidak patuhan penderita DM dalam pengelolaan diet.

                        Pelaksanaan terapi pada pasien Diabetes Melitus (DM) ada empat pilar yang perlu diperhatikan, yaitu : Edukasi, perencanaan makan, pelatihan jasmani, dan intervensi abologis.
Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang di pilih untuk di konsumsi.
Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan berprilaku memilih makanan yang menarik panca indera dan tidak mengandalkan pemilihan berdasarkan nilai makanan, sebaliknya orang yang tinggi pengetahuan gizinya lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 1996).
Menurut purba (2009), mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, dan pengetahuan gizi terhadap tingkat kepatuhan diet.

                        Data hasil laporan tahunan di poli Diabetes Melitus RS Husada – Jakarta, pada tahun 2010 - 2011 terdapat 364  orang yang mendapatkan konsultasi atau pendidikan tentang pengelolaan diet DM. Dan dari jumlah tersebut,  orang pasien yang mendapatkan konsultasi gizi lebih dari satu kali.


Hasil anamnesa gizi pada saat konsultasi yang ke-2 menunjukkan ternyata kepatuhan pasien dalam menjalankan dietnya hanya di lakukan pada saat pasien tinggi kadar gulanya. Sedangkan pasien yang sudah turun kadar gula darahnya dan kondisi padannya sudah merasa baik, maka pasien tidak lagi menjalankan diet.
                        Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Kepatuhan dan Sikap Penderita DM tipe II Dalam Mematuhi Diet DM di Poli DM  RS Husada periode 2010 - 2011”.




B.     Tujuan Penelitian

1.      Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat kepatuhan  penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM setelah diberikan penyuluha kesehatan din poli DM RS Husada - Jakarta.

2.      Tujuan Khusus
a.       Mendeskripsikan tingkat kepatuhan diet responden
b.      Menganalisis tingkat kepatuhan diet pada penderita Diabetes Melitus tipe II setelah diberikan penyuluhan kesehatan di poli DM RS Husada - Jakarta

C.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diambil perumusan masalah “ Bagaimana tingkat kepatuhan  penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM di Poli DM  RS Husada Jakarta ? “



D.    Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup penelitian meliputi :
1.      Tingkat pemahaman penderita Diabetes Melitus tipe II mengenai diet DM
2.      Tingkat kepatuhan penderita Diabetes Melitus tipe II terhadap pengelolaan diet DM
3.      Perubahan prilaku penderita Diabetes Melitus tipe II dalam mematuhi diet DM setelah diberikan penyuluhan kesehatan di poli DM RS Husada – Jakarta.
E.     Manfaat Penelitian

1.      Bagi pembaca diharapkan dapat lebih mematuhi diet DM dengan baik dan benar serta mampu merubah prilaku penderita Diabetes Melitus tipe II yang belum mematuhi diet DM.

2.      Bagi Rumah Sakit Husada sebagai masukan untuk ahli gizi Rumah Sakit dalam memberikan penyuluhan dan kosultasi gizi bagi pasien rawat jalan.

3.      Bagi penulis menambah pengetahuan tentang penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe II dan pengelolaan dietnya, serta untuk memenuhi mata ajar Riset Keperawatan.


F.      Metode Penelitian      
Dalam penelitian kami menggunakan metode deskriptif yaitu pendekatan riset yang berorientasi pada masa sekarang,dan desain untuk menjawab pertanyaan yang didasarkan pada kejadiana yang berlangsung saat ini. Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaaan yang ada,yaitu fakto- faktor apa saja yang mempengaruhi  menurunya tingkat kedisiplinan mahasiswa Akper Husada Tingkat III periode 2011 selama proses pendidikan.






BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Konsep Kepatuhan
1.      Pengertian
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis  dari dokter yang mengobatinya ( Kapplan dkk, 1997). Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan . (http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-kepatuhan.html diakses tanggal 30 April 2009). Pendapat lain tentang kepatuhan menurut  Stanley, (2006) adalah tingkat prilaku pasien yang setuju terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan  dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan.

2.      Variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner (2002) adalah :
a.       Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosio ekonomi dan pendidikan.
b.      Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi .
c.       Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan.
d.      Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam  oiuy54mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.

3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurun Niven (2002) antara lain :
a.       Pemahaman tentang instruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya.
b.      Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
c.       Isolasi sosial keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat  berpengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
d.      Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya. (http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/kpnsep-kepatuhan.html diakses tanggal 30 April 2009).

4.      Strategi untuk meningkatkan kepatuhan
Menurun Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalan :
a.       Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhan dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
b.      Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat menyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
c.       Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan diabetes diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita diabetes. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat diperlukan bagi pasien diabetes.

d.      Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada klien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya ( http:// syakira blog.blogspot.com/2009/01/ konsep – kepatuhan.html diakses tanggal 30 april 2009 )


B.     Konsep Diabetes Melitus
1.      Definisi
Menurut Sylvia Anderson Price (2006), diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan neuropati. Pendapat lain tentang diabetes mellitus yang dikemukakan oleh Arief Mansjoer (2001) menyatakan bahwa diabetes melitus adalah keadaan hiperalikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menyebabkan berbagai komplikasi kronik pada mata ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
2.      Etiologi
Penyakit DM tipe 2 dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a.         Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya DM tipe 2. Hal ini pankreas mempunyai kapasitas β disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan DM tipe 2.
b.         Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiders diabetes pada anak-anaknya meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Resiko terbesar bagi kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur empat puluh tahun. Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang berpengaruh secara signifikan terhadap cucu. (http://gizisolusisehat.wordpress.com diakses pada tanggal 13 April 2009).
3.      Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Stanley L. Robbins (2007), diabetes melitus secara-tradisional diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu:
a.         Diabetes melitus primer, yang merupakan bentuk tersering berasal dari defek pada produksi dan/atau kerja insulin.
b.         Diabetes melitus sekunder, timbul akibat semua penyakit yang menyebabkan kerusakan luas islet pankreas, seperti pankreatitis, tumor, obat tertentu, kelebihan zat besi (hemokromatosis), pengangkatan substansi pankreas secara bedah, atau endokrinopati genetik atau didapat berupa antagonisasi kerja insulin.
Menurut Brunner & Suddarth (2001), ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda. Klasifikasi penyakit diabetes ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Antara lain:
a.         Tipe I: Diabetes melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes melitus [IDDM]). Diabetes melitus tipe I adalah -penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin.  Pengidap penyakit ini hares mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada orang yang ticlak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki - laki sedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insiders diabetes tipe I memuncak pada usia remaja dim, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilia. Namur, diabetes tipe I dapat timbul pada segala usia.
b.         Tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin­Dependent Diabetes Melitus [NIDDN]). Diabetes melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel — sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe 11 biasanya pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut sebagai diabetes awitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.
c.         Diabetes Melitus Gestasional (gestasional diabetes melitus [GDM]) terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita mengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan beralchir. Namur, resiko mengalami diabetas tipe II pada waktu mendatang lebih besar dari pada normal.
4.      Patofisiologi Diabetes Tipe II
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung. Pankreas merupakan kumpulan sel yang berbentuk -seperti pulau pada, peta karena itu disebut pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans merupakan kumpulan sel-sel yang mengeluarkan insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
Menurut Suzanne C. Smeltzer (2001) pada diabetes tipe 11 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
a.         Resistensi insulin
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisms glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak manipu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
b.         Gangguan sekresi insulin
Meskipun terdapat gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.












Skema 2.1 : Patofisiologi Diabetes Tipe II
 






























Gambar 2.1 : Pathophysiology Diabetes Tipe II
gambar 1.jpg









Sumber : http ://savvyhealthfitness.com/get-healthy/diabetes/

5.      Gambaran Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2001), tanda dan gejala atau manisfestasi klinik yang muncul pada penderita diabetes melitus dlantaranya adalali:
a.         Poliuria (penigkatan pengeluaran urin) dikarenakan air tidak- dapat diserap oleh tubulus ginjal menyebabkan kegiatan osmotik dari glukosa. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tingi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam Jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Ini menyebabkan kehilangan air, glukosa, dan elektrolit pada tubuh, gejala ini lebih sering terlihat pada DM tipe I dibandingkan tipe 11.
b.         Polidipsia (peningkatan rasa haws) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi eksternal akibatnya timbul rasa haus dan ingin minum terus.
c.         Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Gangguan aliran darah yang dijumpai pada pasien diabetes lama juga berperan menimbulkan kelelahan.
d.        Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorptif yang kromk, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel — sel. Glukosa yang tidak masuk ke dalam sel menyebabkan timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar. Sering terjadi penurunan berat badan.
e.         Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
f.          Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot.
g.         Rabas vagina, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada prin.
h.         Berat badan turun (penurunan volume plasma menyebabkan hipotensi postural), kehilangan potasium dan pemecahan protein menyebabkan kelemahan. Gejala awalnya adalah berat badan menurun drastis, sering lelah, lesu dan tidak bergairah. Hal itu disebabkan LIuk-osa merupakan sumber energi, dan tenaga tubuh. tidak dapat masuk ke dalam sel. Sumber energi akan diambil dan hati berkurang akibatnya badan semakin kurus dan berat badan menurun.
i.           Penglihatan kabur mungkin akibat perubahan dalam lensa atau akibat retinopati.
j.           Lulea yang tidak sembuh – sembuh.
Jika terjadi luka pada penderita diabetes akan sangat sulit sembuh karena sistem kekebalan yang cenderung menurun.
k.         Ketonuria (terdapatnya zat keton dalam jumlah yang berlebihan dalam urin) hat ini dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai energi pada sel yang tergantung oleh insulin, sehingga lemak digunakan sebagai sumber energi dengan proses lemak dipecah menjadi badan keton dalam darah dan dikeluarkan oleh ginjal.

l.           Pruritus, infeksi pada kulit terjadi karma infeksi yang diakibatkan oleh bakteri den jamur sering terlihat secara umum.

9 A.jpgGambar 2.2 : Tanda Diabetes Melitus










Sumber: http://images.google.co.id/diabetes/images/gejala—diabetes.jpg

Keluhan Minis saja tidak cukup untuk menetapkan klien mempunyai penyakit diabetes melitus, perlu pemastian dengan pemeriksaan kadar gula darah vena. Perkeni (2002) menetapkan kriteria diagnostik yang menyatakan diabetes melitus adalah:
a.         Kadar gula darah sewaktu (plasma vena.)  200 mg/dl
b.         Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
c.         Kadar plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram,-
      
6.      Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling  banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam Binding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis . ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),. sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta meraperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai koinplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan. baik. Komplikasi yang lebih sering  terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi (www.medicastore.com/diabetes diakses pada tanggal 5 April 2009).


7.      Pencegahan
Menurut Perkeni (2002) dan Hembing (2005), terdapat tiga, upaya pencegahan DM tipe 2 yaitu
a.         Pencegahan prime
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yan termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum. menderita tetapi berpotensi untuk menderita DM tipe 2. Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM tipe 2 dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan primer:
1)        Pola makan sehari-sehari harus seimbang dan tidak berlebihan
2)        Olahraga secara teratur dan banyak beraktivitas
3)        Usahakan berat badan dalam betas nomial
4)        Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes melllitus (diabetogenik).
b.         Pencegahan sekunder
Maksudnya pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal timbulnya penyakit. Sejak awal harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Berikut hal-hal yang harus dilakukaii dalam pencegahan sekunder.
1)        Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat
2)        Menjaga berat badan dalam batas normal
3)        Usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi
4)        Olahraga tester sesuai kemampuan fisik dan umur

c.         Pencegahan tersier
Apabila komplikasi menahun terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut lebih parah. Berikut pencegahan yang di maksud :
1)        Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang pembuluh darah mata
2)        Mencegah gagal ginjal kronik jika menyerang pembuluh darah ginjal
3)        Mencegah stroke jika menyerang pembuluh, darah otak
4)        Mencegah      terjadinya        gangren           jika      terjadi luka. Oleh  karena itu, diperlukan pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap bagian organ tubuh yang rentan terhadap komplikasi dan kecacatan (http://gizisolusisehat.wordpress.com/ diakses tanggal 13 April 2009).
C.       Diet diabetes melitus tipe II
Menurut Andry Hartono (2006), dalam Palaksanan Diet Diabetes Melitus Tipe II meliputi:
1.         Jenis diet
Prinsip penanganan termasuk perencanaan makan dan excercise pada Diabetes Melitus Tipe 11 sama seperti pada Diabetes Melitus Tipe I, kecuali pemberian insulin yang mutlak diperlukan pada diabetes tipe I. Menurut konsensus Perkeni 2002, pasien dengan diabetes yang terkendali baik akan memiliki kadar gula puasa 80-109 mg%, kadar gula dua jam sesudah makan 80­- 114 mg% dengan persentase Alc <6,5.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaan diabetes
(http://www.indomedia.com/Intisari/diabetes.htm diakses tanggal 24 April 2009).
Pasien yang penyakit diabetesnya terkendali dengan baik akan memiliki berat badan yang normal (IMT 18,5-22,9 untuk wanita dan 20-24,9 untuk laki­laki), kadar LDL kolesterol <100 mg%, kadar trigliserida < 150 mg% dan tekanan darah <130/80 mmHg.
Pasien DM Tipe II (Diabetes Melitus Tak-Tergantung, Insulin/DMTTI) cenderung berusia lebih tua (>25 tahun) dan mempunyai berat badan yang lebih ringan. Karena itu, tujuan utama terapi diet pada DM tipe II adalah menurunkan dan/atau mengendalikan berat badan di samping mengendalikan kadar gula darah dan kolesterol. Semua ini harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah atau paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis.
Pasien-pasien DM tipe 11 dengan disertai dislipidemia (hipertrigliseridemia) dapat diterapkan alternatif diet rendah HA, tinggi lemak tak jenuh,tinggi serat, HA yang dipilih dalam diet ini adalah HA kompleks yang banyak, terdapat dalam biji-bijian serta sereal yang utuh, jagung, umbi-umbian, sayuran dan buah yang, rendah kalori, dan camilan seperti cincau, agar-agar, rumput laut dan sebagainya.
Monosakarida (glukosa, fruktosa) dan disakarida (sukrosa) yang tinggi akan memberikan indeks glikemik yang tinggi pula, maka penggunaan hidratarang, sederhana tersebut hanya bisa dibatasi dalam makanan seperti hidangan sayuran dan tidak dianjurkan dalam minuman. Monosakarida dan disakarida tersebut terutama terdapat di dalam makanan camilan dan minuman yang manis dan buah‑buahan yang rasanya manis seperti mangga, jeruk, nanas, sawo, rambutan, durian, nangka, anggur dan sebagainya.
Peningkatan persentase lemak tak jenuh dan penurunan persentase hidratarang sederhana dalam diet rendah HA, tinggi lemak tak jenuh tunggal dan tinggi serat dapat diimplementasikan dalam bentuk penurunan asupan makanan somber hidratarang sederhana seperti nasi, mie dan roti putih, peningkatan biji­ - bijian serta cereal yang utuh, sayuran dan bush yang berkalori rendah/tidak manis dan penambahan minyak zaitun, alpokat serta kacang-kacangan ke dalam diet
Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian yaitu:
a.         Diet A
Diet A yang terdiri atas 40 - 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 - 25% protein.
b.         Diet B
Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok boat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A. Diet B selain karbohidrat lumayan, tingi juga kaya serat dan rendah tinggi, kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A (bayam, bands, kacang panjang, jagung muda, labu sian, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa - darah (http://www.indomedia.com/Intisari/diabetes.htm diakses tanggal 24 April 2009).
2.         Nutrisi preventif
Intervensi gizi yang bersifat preventif untuk mengurangi resiko terjadinya DM Tipe II harus berfokus pada:
a.         Pencegahan obesitas pada pasien-pasien yang beresiko diabetes.
b.         Asupan serat pangan 25 gram/1000 kalori, khususnya serat larut atau solubel dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah dan menambah rasa kenyang.
c.         Menghindari asupan kalori yang berlebihan.
d.         Olahraga teratur (yaitu, 3 kali semmiggu atau lebih selama >30 menit dengan intensitas 50-60% dan frekuensi jantung maksimal [220-usia]) ternyata dapat mencegah atau menunda onset diabetes pada mereka yang mempunyai predisposisi untuk terkena diabetes.
3.      Nutrisi kuratif
Tujuan intervensi diet untuk mengendalikan glukosa darah merapakan salah satu intervensi penting bagi pasien-pasien DM Tipe II. Tujuan intervensi diet/gizi DM Tipe II yaitu:
a.      Mengendalikan kadar glukosa dan lemak darah agar komplikasi diabetes dapat dicegah atau ditunda.
b.     Mendapatkan dan mempertahankan berat badan normal atau ideal.
c.      Menghasilkan status gizi yang adekuat.
d.     Menghasilkan kebugaran dan rasa nyaman tubuh karena pengendalian gula darah dapat menghilangkan keluhan mudah lelah, sering atau sakit kepala, kram, kesemutan, gatal-gatal dan sebagainya.
Dengan demikian, tetapi nutrisi untuk pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien DM Tipe II mencakup:
a.         Jadwal makan yang teratur; jumlah kalori dari makanan sesuai dengan kebutuhan; dan jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi harus dibatasi.
b.         Asupan kolesterol <300 ing qd karena pasien DM Tipe II menghadapi resiko tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler. Pada pasien diabetes dengan disiplidemia, asupan kolestrol bahkan harus < 200 mg perhari.
c.         Asupan serat 25 mg perhari, meningkatkan asupan serat yang larut maupun tidak.
d.        Menghindari suplemen niasin karena dapat meningkatkan kadar gula darah. Suplemen ini biasanya digunakan untuk mengotrol kadar kolestrol darah.
e.         Pengendalian berat badan
f.          Olahraga teratur
g.         Pemantauan kadar glukosa darah
4.      Preskripsi Diet
a.      Makan 3 kali makanan utama dan 2 – 3 kali camilan perhari dengan interval waktu 3 jam.
b.      Makanan camilan yang rendah kaori dengan indeks glikemik yang rendah dan indeks kekenyangan tinggi,seperti kolang – kaling, cincau, agar – agar, rumput laut, pisang rebus, kacang hijau serta kacang-kacangan lainya, sayuran rendah kalori dan buah – buahan yang tidak manis ( apel, blimbing, jambu ) serta alpukat. Makan buah berserat, seperti apel dengan kulitnya, setiap hari merupakan kebiasaan ngemil yang baik.
c.       Hindari kebiasaan minum sari buah setiap hari secara berlebihan, khususnya pada pagi hari dan gantikan dengan minuman berserat ari kelompok sayuran yang rendah kalori seperti blendder tomat, ketimun, dan labu siam yang sudah direbus.
d.      Sertakan rebusan buncis atau sayuran lain yang dapat mengendalikan glukosa darah dalam menu sayuran anda sedikitnya 2 kali sehari. Buncis, bawang dan beberapa sayuran lunak lain ( pare, terong, gambas, labu siam ) dianggap dapat membantu mengendalikan kadar lukosa darah karena kandungan seratnya.
e.      Biasakan sarapan dengan sereal tinggi serat, seperti havermout, kacang hijau, jagung rebus atau roti bekatul / whole wheat bread ) setiap hari.
f.        Makanan pokok bisa bervariasi antara nasi ( sebaiknya nasi beras merah / beras tumbuk ), kentang, roti ( sebaiknya roti bekatul / whole bread ) dan jagung jangan menggabungkan dua atau lebih makanan pokok seperti nasi denganlauk mie goreng atau perkedel kentang ( karena ketiganya memiliki indeks glisemik yang tinggi )
g.      Hindari penambahan gula pasir pada minuman ( kopi, teh ) dan makanan sereal.
h.      Makanan camilan dan minuman bebas gula yang tersedia dipasaran seperti cookies diet, sirup diet ( Tropicana Slim ), coke diet, dapat digunakan jika diinginkan tetapi jangan mengkonsumsi secara berlebihan. Penyandang diabetes yang gemar memasak dapat membuat kue – kue basah seperti wafel yang terdiri atas tepung gandum utuh, havermout, putih telor, susu skim dan sedikit buah – buahan dengan aroma yang mengundang selera.
i.        Biasakan membuang lemak atau gajih sebelum memasaknya. Kurangi konsumsi daging merah yang dapat diganti daging putih seperti ayam dan ikan.
j.        Gunakan minyak goring dalam jumlah terbatas ( kurang lebih setengah sendok makan sekali makan ) biasakan memasak dengan menumis, merebus, memepes, memanggang serta menanak dan hindari menggoreng makanan dengan mengunakan banyak minyak goreng.
k.       Biasakan memakan makanan vegetarian pada malam hari.
l.        Dalam membuat menu yang menggunakan telor, setiap kuning telor dapat diganti dengan dua putih telor, masakan yang menggunakan santan bisa diganti dengan susu skim. Untuk  menu yang menggunakan kecap gunakan kecap diet dalam jumlah terbatas.
D.    Penatalaksanaan DM
Tujuan penatalaksanaan diet secara umum pada penderita DM diabetes mellitus adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal, mencapai dan mempertahankan lemak mendekati kadar yang optimal, mencegah komplikasi akut/kronik dan meningkatkan kualitas hidup (Waspadji,2007).
Menurut Waspadji (2007) mengutip pendapat Joslin (1952) dari Medical Centre Institute, dalam penatalaksanaan diet diabetes mellitus ada 3 (tiga) J yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh penderita DM diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makanan. Berikut ini uraian mengenai ketiga hal tersebut:
1.      Jumlah Makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita DM,
bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang disarankan berkisar antara 1100-2900 KKal.
Sebelum menghitung berapa kalori yang dibutuhkan seorang pasien diabetes, terlebih dahulu harus diketahui berapa berat badan ideal (idaman) seseorang.Yang paling mudah adalah dengan rumus Brocca : Berat Badan Idaman : 90% X (tinggi badan dalam cm = 100) X 1 kg.


Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori

Ringan
Sedang
Berat
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja Lab
Kerja sekretaris
Mengajar
Kerja rumah tangga
Bersepeda
Bowling
Jalan cepat
Berkebun
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari
Lari


Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien
diabetes :
a.       Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan berat badan idaman dengan sejumlah kalori :
- Berat badan idaman dalam kg x 30 Kkal untuk laki-laki
- Berat badan idaman dalam kg x 25 Kkal untuk perempuan
Kemudian ditambah dengan jumlah kalori yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari (lihat tabel 1). Tampak pada tabel itu ada tiga jenis kegiatan, dari yang ringan sampai yang berat.
- Kerja ringan : tambah 10 % dari kalori basal
- Kerja sedang : tambah 20 % dari kalori basal
- Kerja berat : tambah 40-100% dari kalori basal
- Tambahkan kalori sekitar 20-30% pada keadaan sbb:
1)  Pasien kurus
2) Pasien masih tumbuh kembang
3) Ada stres misalnya infeksi, hamil atau menyusui
- Kurangi kalori bila gemuk sekitar 20-30% tergantung tingkat kegemukannya.
b. Cara lain tertera pada tabel 2.2 yang tampaknya lebih mudah. Tampak pada table itu bahwa seseorang dengan dengan berat badan normal yang bekerja santai memerlukan 30 Kkal/kg BB idaman. Bagi orang yang kurus dan bekerja berat memerlukan 40-50 Kkal/kg BB idaman. Dengan cara ini tidak perlu ditambahtambahkan lagi.
c. Untuk gampangnya, secara kasar dapat dibuat suatu pegangan sbb :
- Pasien kurus : 2300-2500 Kkal
- Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal
- Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PARKENI) telah menetapkan standar jumlah gizi pada diet diabetes mellitus, dimana telah ditetapkan proporsi yang ideal untuk zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, serat, garam dan pemanis dalam satu porsi makanan utama. Menurut Moehyi (1996) ketentuan mengenai pengaturan jumlah zat makanan yang harus dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
a.       Karbohidrat
Sampai saat ini sebagian orang berpendapat bahwa pasien diabetes mellitus harus mengkonsumsi makanan rendah karbohidrat. Namun belakangan banyak dilakukan penelitian dan ditemukan bahwa justru diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak lebih unggul daripada diet rendah karbohidrat. Didapatkan pula bahwa diet tinggi karbohidrat menimbulkan perbaikan glukosa terutama pada pasien diabetes mellitus yang tidak terlalu berat, apalagi pada pasien yang gemuk. Tetapi harus diingat, walaupun pasien dianjurkan diet tinggi karbohidrat, pasien tersebut harus menghindari karbohidrat yang mudah diserap tubuh seperti sirup, gula, sari buah dan makanan lain yang manis atau mengandung gula. Selain itu penderita DM harus mengetahui bahwa jumlah karbohidrat dalam makanan untuk setiap kali makan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hidrat arangsepanjang hari.
b.      Protein
Protein merupakan bahan dasar untuk zat pembangun, pertumbuhan, hormone dan antibodi. Pada penderita diabetes mellitus, kebutuhan protein akan meningkat akibat digunakannya protein sebagai energi. Sedangkan karbohidrat sendiri tidak dapat diserap oleh tubuh sehingga penderita merasa lemas. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang penderita DM diabetes mellitus memerlukan protein sebanyak 10-15% untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya.
c.       Lemak
Pada penderita diabetes mellitus penggunaan lemak dibatasi, terutama lemak jenuh yang secara tidak langsung dengan mekanisme tertentu dapat mempengaruhi kenaikan kadar gula darah. Makanan yang mengandung lemak jenuh antara lain minyak kelapa, margarin, santan, keju dan lemak hewan. Sedangkan lemak tidak jenuh efeknya jauh lebih kecil terhadap kadar gula darah daripada lemak jenuh.
d.      Kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan hiperkolesterolemia yang berkaitan dengan terjadinya aterosklerosis. Pada penderita diabetes mellitus, kadar kolesterol yang tinggi dapat memperberat penyakitnya. Oleh karena itu konsumsi makanan yang berkolesterol harus dibatasi, dengan perkiraan jumlah yang dibutuhkan <300 mg per hari.
e.       Serat
Serat yang dikonsumsi sebanyak 25 gram per hari akan mempercepat pergerakan makanan di saluran pencernaan dan pembentuk massa sehingga absorbs glukosa dan lemak di usus akan berkurang.
f.       Garam
Penggunaan garam yang tinggi dalam makanan dapat meningkatkan kerja jantung. Oleh karena itu pada penderita diabetes mellitus dengan hipertensi,pemakaian garam dibatasi.
g.      Pemanis
Selama ini pemanis yang ada di pasaran adalah sukrosa, fruktosa, sorbitol, manitol, xylol, sakkarin, siklamat dan aspartam. Pemanis yang mengandung kalori adalah sukrosa dan fruktosa. Berikut ini tabel perbandingan jumlah total zat makanan yang terdapat dalam satu porsi makanan utama penderita DM.




Jumlah Total Zat Makanan yang Dikonsumsi
Jenis Zat Makanan
Jumlah
Karbohidrat
Protein
Lemak
kolestrol
Serat
Garam
Pemanis
60 – 70 %
10 – 15 %
20 – 25 %
< 300 mg/ hari
25 mg / hari
Dibatasi terutama jika ada hipertensi
Secukpnya

2.      Jenis Makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi secara ketat. Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, sari buah harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit dan bayam harus dibatasi. Buah-buahan berkalori tinggi seperti pisang, pepaya, mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian, jeruk dan nanas juga dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol, labu air, labu siam, lobak, sawi, rebung, selada, toge, terong dan tomat (Waspadji, 2007).
Cukup banyak pasien DM mengeluh karena makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan penukar lain. Perlu diingat dalam penggunaan makanan penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang digantikannya (Suyono, 1996).
3.      Jadwal Makan
Penderita diabetes mellitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Penderita diabetes mellitus makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Ini dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM, sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan jadwal yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap stabil dan penderita DM tidak merasa lemas akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan standar yang digunakan oleh penderita DM diabetes mellitus (Waspadji, 2007) disajikan dalam tabel berikut:
                             



Jadwal Makan Penderita DM

Waktu                     jadwal                    total kalori
Pukul 7.00          Makan pagi                      20%
Pukul 10.00        Selingan                           10%
Pukul 13.00        Makan siang                    30%
Pukul 16.00        Selingan                           10%
Pukul 19.00        Makan malam                  20%
Pukul 21.00        Selingan                           10%



E.     Faktor Psikososial
Menurut Smet (1994) Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkembangan individu. Gangguan psikososial terjadi apabila terdapat ketidak seimbangan antara kedua komponen di atas yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan, sehingga penderita DM harus beradaptasi untuk menghadapi perubahan tersebut.
Menurut WHO (2002), Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkembangan, hal tersebut akan beriringan dengan proses pertumbuhan dan maturasi, sehingga psikososial akan berubah sesuai dengan perubahan pertumbuhan dan perkembangan individu.
Menurut Sarwono (2002) beberapa faktor yang termasuk dalam Psikososial
antara lain persepsi, motivasi (motif), kepercayaan dan adanya interaksi sosial. Ke
empat faktor tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak terlepas dalam diri individu
selama proses perkembangan dan perilakunya, termasuk dalam perilaku kesehatan
yaitu dalam mengatur pola makan seimbang dan sehat.
Menurut Rachmat (2002), unsur-unsur yang termasuk dalam psikososial (psikologi sosial) adalah unsur persepsi, motif atau motivasi diri, kepercayaan diri dan dukungan keluarga dan dukungan sosial serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Unsur-unsur psikososial secara umum dapat dimodifikasikan dari teori Model Kepercayaan yang dikemukakan oleh Rosenstock (1982), maka unsure psikososial merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan dan kepercayaan individu terhadap perilaku kesehatan dan salah satu bentuk perilaku kesehatan tersebut adalah pola makan seimbang bagi penderita DM. Secara terperinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Motivasi Diri
Menurut Sherif, dkk (1956) dalam Gerungan (2002) motif adalah bagian integral dari motivasi diri adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut.
Menurut Rachmat (2005), motivasi diri adalah dorongan, baik dari dalam maupun dari luar diri manusia untuk menggerakkan dan mendorong sikap dan perubahan perilakunya. Motivasi ini didasarkan dari faktor internal individu yang bersifat psikologis dan sebagai akibat dari internalisasi dari informasi dan hasil pengamatan suatu objek yang melahirkan persepsi sehingga individu dapat terdorong untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
Perilaku kesehatan individu juga dipengaruhi oleh motivasi diri individu untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatannya. Menurut Wahjosumido (1985) dalam Sarwono (2004) bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut dengan faktor intrinsic atau faktor di luar dirinya disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau bebagai harapan, cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungannya atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks.
Menurut Hordget (2000) motivasi adalah psikologis yang mendorong sekaligus mengendalikan seseorang secara langsung. Makna yang terkandung didalamnya yaitu dorongan dan motif dimana motif ini yang memegang peranan penting karena motif berisikan perilaku, artinya dalam konteks perubahan pola makan bagi penderita DM didasarkan pada keinginan penderita untuk sembuh dan mengurangi kecatatan akibat menderita DM sehingga mereka termotivasi untuk mengikuti program diet yang dianjurkan oleh dokter.


2.      Persepsi
Menurut Rachmat (1998), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) dalam Rachmat (1998) persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Sarwono (2004) bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera.
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi. Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986).
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi dalam Gibson (1986) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting.Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuanyang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rachmat 1998). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Rachmat (2005), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Kaitannya dengan pola makan penderita DM, perbedaan penderita maka perbedaan terhadap persepsi mereka terhadap pencegahan penyakit DM dalam konteks konsumsi makanan.
Menurut Ismael (2001), bahwa penderita DM mempunyai perbedaan persepsi terhadap dirinya dan kehidupannya termasuk dalam pola makan karena adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh, seperti sering kencing, perubahan pola tidur, dan stres.
3.      Kepercayaan Diri
Kepercayaaan merupakan suatu keyakinan yang diyakini oleh individu
terhadap sesuatu fenomena. Kepercayaan tersebut didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat. Kepercayaan tersebut secara tidak langsung berimplikasi terhadap keseluruhan tata cara kehidupan masyarakat, dan erat kaitannya dengan kebudayaan suatu kelompok masyarakat.
Menurut GM Foster (1973) aspek kepercayaan mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan seseorang. Kepercayaan tersebut secara psikologis bersumber dari dalam diri individu terhadap suatu objek atau informasi yang diyakininya bermanfaat dan dapat diadopsi.
Menurut G.M.Foster, (1973) untuk mempelajari dinamika dari proses proses perubahan dari sudut individu, maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar mau mengubah tingkah lakunya, yaitu : a) individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, b) harus mendapat informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi, c) mengetahui bentuk pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan biayanya, d) tidak mendapat sanksi yang negative terhadap individu yang akan menerima inovasi.
Selanjutnya Foster (19873) menyatakan bahwa untuk membantu individu mau mengubah perilakunya, maka yang perlu diperhatiakan adalah : a) Mengidentifikasi individu, masyarakat yang menajadi sasaran perubahan, b) mengetahui motif yang mendorong perubahan, antara lain adalah motif ekonomi, religi, persahabatan, prestise, c) mengetahui faktor-faktor lain misalnya : kekuatan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan dalam masyarakat yang mudah diterima ide baru, serta golongan yang berkuasa.
4.      Dukungan Keluarga
Variabel psikososial yang erat kaitannya dengan perilaku kesehatan adalah adanya interaksi sosial dalam bentuk dukungan baik dukungan kelompok maupun dukungan secara sosial. Interaksi sosial adalah keterlibatan secara individu penderita DM dalam suatu kelompok masyarakat dan keluarga, artinya adanya dukungan social atau dukungan keluarga dalam memperhatikan pola makan penderita DM merupakan suatu interaksi sosial.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Secara prinsip keluarga adalah unit terkecil masyarakat,terdiri atas dua orang atau lebih, adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga, di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga, berinteraksi di antara sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah (Sudiharto,2007).
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

























BAB III
KERANGKA KERJA
A.    Kerangka Konsep
            Melalui penelitian ini didapat data mengenai unsur – unsur yang menunjukan tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam  mematuhi diet DM.

Input

Variabel dependen :
1.      Jumlah makanan
2.      Jenis makanan
3.      Jadwal makan

Variabel Independen :
1.      Motivasi diri
2.      Persepsi
3.      Kepercayaan Diri
4.      Dukungan Keluarga
Proses


1.      Membimbing penderita DM tipe II dalam menerapkan program diet.
2.      Menciptakan komunikasi yang terbuka kepada penderita DM tipe II dengan memberikan perhatian.
3.      Memonitor perkembangan kepatuhan penderita DM tipe II
Output


Positif :
Tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM meningkat.




Negatif :
Tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM menurun



B.     Definisi Variabel

1.      Jumlah Makanan
a.       Konseptual : Banyaknya segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam  tubuh..
b.      Fungsional : jumlah makanan penderita DM tipe II harus sesuai dengan dietnya.
2.      Jenis Makanan
a.       Konseptual : Segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam  tubuh yang mempunyai ciri atau sifat yang khusus.
b.      Fungsional : variasi makanan penderita Dm tipe II harus sesuai dengan jenis diet.

3.      Jadwal makan
a.       Konseptual : : Segala bahan yang kita makan atau  masuk ke dalam  tubuh yang membentuk atau mengganti  jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam  tubuh sesuai rencana kegiatan atau pembagian waktu pelaksanaan yg terperinci.
b.      Operasional : penderita DM tipe II harus makan tepat waktu sesuai dietnya.
4.      Motivasi Diri
a.       Konseptual : Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan deng an tujuan tertentu.
b.      Operasional : penderita DM tipe II memilki keinginan dari diri untuk mencegah timbulnya komplikasi dengan mematuhi diet DM.
5.      Persepsi
a.       Konseptual : pengalaman tentang objek,peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
b.      Operasional : Penderita DM tipe II dapat mengetahui pentingnya pengelolaan diet.
6.       Kepercayaan Diri
a.       Konseptual : Yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau kelebihan diri sendiri.
b.      Operasional : penderita DM tipe II memiliki keyakinan bahwa dia dapat menjalankan diet yang telah ditentukan.
7.      Dukungan Keluarga
a.       Konseptual : Sokongan atau bantuan  ibu dan bapak beserta anak-anaknya,seisi rumah.
b.      Operasional : keluarga memberikan dukungan kepada penderita DM tipe II untuk mematuhi diet.

















BAB IV
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Metode deskriptif yaitu pendekatan riset yang  pada masa sekarang dan didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di dasarkan pada kejadian yang berlangsung saat ini. Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ada yaitu mengenai tingkat kepatuhan dan sikap penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM di poli Diabetes RS Husada periode 2009 – 2010.
B.     Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM tipe II yang berobat ke Poli Diabetes RS Husada.
C.     Sampel
Jumlah sampel penelitian ini adalah  30 orang penderita DM tipe II yang berobat ke poli DM RS Husada yang akan di pilih menggunakan tehnik  Non-Probapbility dan dengan cara Purposive Sampling, di mana peneliti tidak mampu untuk menilai probapbilitas setiap elemen untuk menjadi sampel atau kejadian yang memiliki peluang untuk dilibatkan. Subjek yang di pilih berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan. Dalam hal ini, subjeknya adalah penderita DM tipe II yang berobat ke poli DM RS Husada tahun 2010 – 2011.

D.    Tempat Penelitian
Tempat yang akan kami gunakan untuk penelitian adalah Poli Diabetes RS Husada.
E.     Etika Penelitian
a.  Informed concent
Terdapat surat persetujuan yang akan di berikan kepada responden. Lembar persetujuan akan ditandatangani oleh responden, jika meraka bersedia. Jika tidak bersedia peneliti akan menghormati hak para penderita DM tipe II sebagai responden.
b. Anomity (Tanpa Nama)
Peneliti tidak akan memberi nama responden pada lembar alat ukurnya. Peneliti akan menuliskan kode pada lembar pengumpalan data.
c.  Kerahasiaan
Peneliti akan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yanag telah dikumpulkan dijamin keberhasilannya oleh peneliti. Hanya beberapa kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil  penelitian.

F.      Alat Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data menggunakan beberapa alat berupa kuesioner yang berstruktur. Kuesioner adalah instrumen tulisan yang diisi sendiri oleh objek studi dan hasilnya akan dianalisa dengan uji spearmen yaitu dengan meranking hasil observasinya pada dua variabel yang diukur, kemudiaan menentukan tingkat hubungan diantara dua variabel tersebut.
G.     Analisa Data
Proses analisa data dilakukan sampai diperoleh sebuah informasi yang dapat menjawab permasalahan pertanyaan peneliti. Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisa data akan menghasilkan beberapa arti dan makna untuk memecahkan masalah dalam penilitian.
H.    Pengukuran Variabel.
Kuisioner Penelitian.
1.      Jumlah Makanan
a.       Jumlah makanan yang dimakan menunjukkan tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet.
(  ) Sangat setuju                                            (  ) Setuju                                (  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

b.      Jumlah makanan yang diberikan kepada penderita DM tipe II disesuaikan berdasarkan tinggi rendahnya kadar gula darah.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju                   
(  )Kurang Setuju                                             (  ) Tidak Setuju

c.       Jumlah makanan yang diberikan kepada penderita DM tipe II disesuaikan dengan berat badan.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

d.      Jumlah makan yang di konsumsi penderita DM tipe II merupakan salah satu yang menunjukkan tingkat kepatuhan Penderita DM dalam mematuhi diet.
        (  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
        (  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
e.       Jumlah makan penderita DM tipe II harus memenuhi proporsi menu makan yang seimbang.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuu                                             (  ) Tidak Setuju
f.       Jumlah kalori yang diberikan kepada penderita DM tipe II sekitar 1100 – 2900 KKal per hari.
(  ) Sangat Setuju                                 (  ) setuju
(  ) Kurang Setuju                                (  ) Tidak Setuju

2.      Jenis Makanan

a.       Jenis makanan yang di konsumsi Penderita DM tipe II harus sesuai dengan diet.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

b.      Penderita DM harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang boleh di makan secara bebas.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

c.       Penderita DM harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang harus di batasi.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

d.      Jenis makanan yang di konsumsi oleh penderita DM tipe II menunjukkan tingkat kepatuhan penderita DM dalam mematuhi diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

e.       Jenis makanan boleh bervariasi agar penderita DM tidak bosan.
(  ) Sangat Setuju                                            (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
f.       Jenis makanan karbohidrat dan pemanis sangat dibatasi konsumsinya untuk penderita DM Tipe II.
(  ) Sangat Setuju                                            (  ) Setuju
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

3.      Jadwal Makan
a.       Jadwal makan penderita DM harus sesuai dengan diet.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

b.      Penderita DM tipe II harus membiasakan diri untuk makan tepat pada waktu yang telah di tentukan.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

c.       Perbandingan jumlah makan dan jadwal makan harus tepat agar kadar gula darah penderita DM tipe II tetap stabil.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

d.      Penderita DM tipe II yang makan sesuai dengan jadwal menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju

e.       Jumlah total kalori yang di berikan kepada penderita DM tipe II di sesuaikan menurut jadwal makan penderita DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                            (  ) Tidak Setuju


4.      Motivasi Diri
a.       Perilaku penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM dipengaruhi oleh motivasi diri untuk tetap menjaga kesehatannya.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
b.      Penderita DM tipe II harus memiliki motivasi diri untuk mencegah timbulnya komplikasi dengan mematuhi diet DM.
 (  ) Sangat setuju                                            (  ) Setuju       
 (  ) Kurang Setuju                                          (  ) Tidak Setuju
c.       Motivasi diri penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM dapat timbul dari dalam diri sendiri maupun dari orang lain.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
d.      Kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan sangat berpengaruh pada motivasi diri penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
e.       Keinginan penderita DM tipe II untuk sembuh dan mengurangi kecatatan akibat menderita DM memotivasi mereka untuk mengikuti program diet yang dianjurkan oleh dokter.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju


5.      Persepsi
a.       Penderita DM tipe II mempunyai perbedaan persepsi terhadap pola makan.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
b.      Penderita DM tipe II memiliki perbedaan persepsi terhadap pencegahan penyakit DM dalam konteks konsumsi makanan.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
c.       Penyebab penderita DM tipe II tidak patuh dalam menjalankan diet DM karena penderita DM salah persepsi tentang dietnya.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

6.      Kepercayaan diri
a.       Kepercayaan diri penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM menunjukan tingkat kepatuhan penderita DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
b.      Kepercayaan diri penderita DM tipe II dapat mengubah perilaku penderita DM  untuk lebih patuh terhadap diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
c.       Penderita DM tipe II harus memiliki kepercayaan diri bahwa penderita DM dapat menjalankan diet DM yang telah ditentukan.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
d.      Penderita DM tipe II harus memiliki keyakinan bahwa dengan mematuhi diet dapat terhindar dari komplikasi.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju


7.      Dukungan keluarga
a.       Dukungan keluarga dalam memperhatikan pola makan mempengaruhi penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju
b.      Keluarga harus mengetahui tentang diet DM.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

c.       Keluarga selalu mengingatkan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

d.      Keluarga mengetahui makanan yang boleh dimakan dan makanan yang harus dibatasi bagi penderita DM tipe II.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju

e.       Keluarga selalu mendampingi penderita DM tipe II untuk konsultasi kepada dokter secara teratur.
(  ) Sangat setuju                                             (  ) Setuju       
(  ) Kurang Setuju                                           (  ) Tidak Setuju







I.       Jadwal kegiatan
Kegiatan
Waktu dan bulan (dalam minggu)

september
oktober
november
Desember

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Persiapan dan bimbingan



X

X
X

X
X
X
X
X
X


Pengumpulan data









X






Analisa data










X





Penulisan laporan














X

Seminar/persentasi penelitian















X



1 komentar: