ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK DIABETES MELITUS
A.
Perubahan
Sistem Endokrin pada Lansia
1.
Produksi hampir semua hormon menurun
2.
Penurunan kemampuan mendeteksi stres
3.
Konsentrasi mukosa darah meningkat dan
tetap naik lebih lama dibandingkan dengan orang yang lebih muda
4.
Fungsi parathiroid dan sekresinya tidak
berubah
5.
Penurunan kadar estrogen dan peningkatan
pada FSH selama menopouse yang menyebab trombosis dan osteoporosis
6.
Penurunan kadar progesteron
7.
Penurunan aldosteron serum sebanyak 50 %
8.
Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak
25 %
B. Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang
kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan
tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan
dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya
gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis,
dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (
Mary,2009)
2.
Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan,
bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada
lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
a.
Proses menua/kemunduran (Penurunan
sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas
insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b.
Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak
makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak
diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
3.
Klasifikasi
a.
Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1)
Mudah terjadi ketoasidosis
2)
Pengobatan harus dengan insulin
3)
Onset akut
4)
Biasanya kurus
5)
Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6)
Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7)
Didapatkan antibodi sel islet
8)
10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b.
Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
1)
Sukar terjadi ketoasidosis
2)
Pengobatan tidak harus dengan insulin
3)
Onset lambat
4)
Gemuk atau tidak gemuk
5)
Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6)
Tidak berhubungan dengan HLA
7)
Tidak ada antibodi sel islet
8)
30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9)
± 100% kembar identik terkena
4.
Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis
akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat
muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka
tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia
atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang
sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan
pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a.
Katarak
b.
Glaukoma
c.
Retinopati
d.
Gatal seluruh badan ( pruritus )
e.
Infeksi bakteri kulit
f.
Infeksi jamur di kulit
g.
Dermatopati
h.
Neuropati perifer
i.
Neuropati viseral
j.
Amiotropi
k.
Ulkus Neurotropik
l.
Penyakit ginjal
m.
Penyakit pembuluh darah perifer
n.
Penyakit koroner
o.
Penyakit pembuluh darah otak
p.
Hipertensi
5.
Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan
sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh
sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar
glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes
melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas
limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes
melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah
menjadi meningkat.
6.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes
mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a.
Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b.
Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua
aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan
berat badan.
c.
Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.
Terapi (jika
diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e.
Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa
darah sewaktu
b. Kadar
glukosa darah puasa
c. Tes
toleransi glukosa
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
-
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
-
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
-
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
8.
Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus
diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut
adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis
adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan
hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes
ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi (
penyakit)
b.
Komplikasi kronis:
1)
Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah
baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan
dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2)
Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3)
Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4)
Displidemia
Lima puluh
persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5)
Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin
dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6)
Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan
trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler
dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis
bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7)
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Adakah
keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat
Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama
klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/
Istirahat :
Letih,
Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah
riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas
Ego
f. Stress,
ansietas
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria,
nokturia, anuria ), diare
h. Makanan /
Cairan
Anoreksia,
mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
i.
Neurosensori
Pusing,
sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
j.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen
tegang, nyeri (sedang / berat)
k. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
l.
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan nutrisi
: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
b.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai
dengan gangren pada extremitas.
d.
Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang
kurang.
e.
Risiko tinggi
infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f.
Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan
penglihatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein,
lemak.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Dengan
Kriteria Hasil :
·
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang
tepat
·
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya
Tindakan / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. 1.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
|
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
|
2.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan klien.
|
Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
|
3. 3.
Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah
dan pertahankan keadaan puasa ses uai inndikasi.
|
Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
|
4. 4.
Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.
|
Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan
pada klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
|
5.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
|
Kerja sama dalam perencanaan makanan.
|
6. 6.
Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
|
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi
pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
|
7. 7.
Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala,
pusing).
|
Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan
berkurang dan sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
|
Kolaborasi
|
|
8. 1.
Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
|
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih
akurat daripada memantau gula dalam urine.
|
9. 2.
Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
|
Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan
dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis
dapat dikoreksi.
|
10 3. Berikan
pengobatan insulin secara teratur melalui iv
|
Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan
cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV
karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
|
11 4. Berikan
larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
|
Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan
membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
|
12 5. Konsultasi
dengan ahli gizi.
|
Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
|
b. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor
kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi
pasien terpenuhi
Dengan
kriteria Hasil :
a.
Pasien
menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Tindakan / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. 1.
Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
|
Membantu memperkirakan kekurangan volume total.
Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang
meningkatkan kehilangan air.
|
2. 2.
Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
|
Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik
turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
|
3. 3. Pantau
pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
|
Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan
yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan
harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
|
4. 4. Pantau
frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya periode
apnea dan sianosi.
|
Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan
frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis.`
|
5. 5. Pantau
suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
|
Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan
tanda dehidrasi.
|
6. 6. Kaji
nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
|
Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
|
7. 7.
Pantau masukan dan pengeluaran.
|
Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.
|
8. 8. Ukur
berat badan setiap hari.
|
Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
|
9. 9. Pertahankan
pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
|
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
|
1010. Tingkatkan lingkungan yang
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.
|
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien
lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.
|
1111. Kaji adanya perubahan mental
atau sensori.
|
Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi
atau hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral,
dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi
predisposisi aspirasi pada klien.
|
1212. Observasi mual, nyeri
abdomen, muntah, dan distensi lambung.
|
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas
lambung sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan
kekurangan cairan dan elektrolit.
|
1313. Observasi adanya perasaan
kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur,
dan distensi vaskuler.
|
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat
berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.
|
Kolaborasi
|
|
14Berikan terapi cairan sesuai
indikasi:
N 1. Normal salin atau setengah
normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
A
2. Albumin, plasma, atau dekstran.
|
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon klien secara individual.
Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika
mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
|
15Pasang kateter urine.
|
Memberikan pengukuran yang tepat terhadap
pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
|
b.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai
dengan gangren pada extremitas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan
Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
-
Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
|
Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat
menimbulkan infeksi
|
2.
Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
|
Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
|
3.
Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
|
Menurunkan iritasi dermal
|
4.
Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
|
Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada
kulit
|
5.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
|
Mencegah terjadinya infeksi
|
6.
Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
|
Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena
garukan
|
7.
Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
|
Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan
kulit yang rusak
|
c.
Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang
kurang.
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
a.
Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
b.
Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan
aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
c.
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
d.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan.
Tindakan / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi
aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
|
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.
|
2.
Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
|
Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun
jadwal aktivitas.
|
3.
Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10
(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan)
|
Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan
membantu dalam merencanakan akivitas untuk memaksimalkan konserfasi energi
dan produktivitas.
|
4.
Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
|
Mencegah kelelahan yang berlebih.
|
5.
Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah
melakukan aktivitas.
|
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologis.
|
6.
Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan.
|
Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
|
7.
Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat
badan, keletihan makin memburuk.
|
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan
yang berlebihan.
|
d.
Risiko tinggi
infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
sperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna
keruh atau berkabut.
|
Pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.
|
2.
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
|
Mencegah timbulnya infeksi
nosokomial.
|
3.
Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
|
Kadar glukosa yang tinggi dalam
darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan kuman.
|
4.
Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap
kencang.
|
Sirkulasi perifer bisa
terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan
pada kulit.
|
5.
Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang lainnya.
|
Mengurangi penyebaran infeksi.
|
Kolaborasi
|
|
6.
Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
|
Untuk mengidentifikasi adanya
organisme sehingga dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang
terbaik.
|
7.
Berikan obat antibiotik yang sesuai
|
Penanganan awal dapat mambantu
mencegah timbulnya sepsis.
|
e.
Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan
penglihatan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
a.
Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk
menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
b.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
Rencana / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Hindarkan lantai yang licin.
|
Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada
pasien.
|
2.
Gunakan bed yang rendah.
|
Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat
tidur.
|
3.
Orientasikan klien dengan ruangan.
|
Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga
diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa menyesuaikan diri terhadap
ruangan.
|
4.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
|
Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik,
sehingga dalam melakukan aktivitas sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
|
5.
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
|
Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi
lansia.
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga,
Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan
Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote,
Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan
Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,
2002.
ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK DENGAN DIABETES MELITUS
Dosen Pembimbing : Ns. Ana Yuli Utami, S.Kep
Kelompok
1 : Tingkat III A
1. Atiek Pudihang
2. Dwi Novrianti
3. Ida Nurita
4. Monita Purnawati
5. Renna Deswelli
6. Rosliana Safitri
7. YL Bobby S
AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA
JAKARTA
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar